Ajang Modifikasi: Ketidakmerataan Infrastruktur Pelenyap Harapan?
Ajang Modifikasi: Ketidakmerataan Infrastruktur Pelenyap Harapan?
Sumber: Kompas.com/ Garry Andrew Lotulung
SuaraBaya — Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang banyak mengembangkan pembangunan infrastruktur daerah. Salah satu pembangunan infrastruktur di Kota Surabaya yang signifikan adalah tombol penyeberangan (pelican crossing). Sistem dari tombol penyeberangan ini memudahkan pengguna jalan ketika menyeberang. Penyeberang tidak perlu menunggu situasi yang tepat untuk menyeberang karena telah diatur oleh pelican crossing. Fasilitas tersebut sudah umum ditemukan di Surabaya. Biasanya dapat dijumpai di kawasan padat penduduk seperti sekolah, kampus, dan lain-lain.
Membahas tentang lalu lintas, Kota Surabaya memiliki modifikasi jalan raya dengan model satu arah. Secara fungsional pembatas jalan sangat diperlukan karena memberikan banyak manfaat bagi pengendara yang melintas maupun penyeberang. Adanya pembatas jalan menjadikan lalu lintas lebih kondusif dan terstruktur, serta pengguna jalan dapat mengambil jeda sebelum melanjutkan proses penyeberangan. Namun, manfaat tersebut hanya dapat dirasakan oleh masyarakat dengan kondisi fisik yang memadai. Perlu ditekankan bahwa masih banyak disabilitas yang memerlukan perlakuan khusus saat beraktivitas, termasuk menyeberang.
Pembatas jalan dirasa menyulitkan bagi disabilitas atau lansia yang menggunakan kursi roda ketika menyeberang. Mereka tidak mungkin mengangkat kursi roda dari sisi jalan yang A ke B. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa pembatas jalan bukanlah infrastruktur yang ramah untuk mereka. Meski secara konseptual keberadaan jalan searah, tombol penyeberangan, dan pembatas jalan merupakan suatu ide yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat, namun tetap saja perlu dicari solusi untuk menyejahterakan semua pihak.
Sebenarnya solusi dari permasalahan tersebut sudah ada di Surabaya. Solusi ini berupa pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), dilengkapi fasilitas lift yang memudahkan akses disabilitas atau pengguna kursi roda untuk menyeberang. Sayangnya, pembangunan JPO masih belum merata di Kota Surabaya. Masih terdapat beberapa tempat umum yang memerlukan jembatan ini, namun hingga sekarang belum terealisasikan. Misalnya di Jalan Dharmawangsa yang telah menyediakan tombol penyeberangan dan pembatas jalan sehingga mahasiswa Kampus B Universitas Airlangga serta masyarakat di sekitarnya dapat dengan mudah menyeberang. Namun, belum dibangun JPO di kawasan tersebut. Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus dikarenakan kawasan tersebut merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Mengingat tidak semua masyarakat dalam keadaan fisik yang memadai apabila harus menyeberang hanya dengan tombol penyeberangan maupun pembatas jalan.
Terdapat fakta yang lebih memprihatinkan ketika melihat Sekolah Luar Biasa (SLB) Tuna Rungu Karya Mulya di Jalan Achmad Yani Kecamatan Wonokromo yang belum mendapatkan fasilitas JPO. Sekolah tersebut berada di pinggir jalan raya, arus lalu lintasnya juga termasuk padat. Kondisi siswa yang memiliki keterbatasan dalam melihat dan mendengar perlu dikhawatirkan. Misalnya terjadi hal yang tak terduga —murid tersebut menyeberang, tetapi tidak mendengar klakson atau melihat pengendara bermotor. Pemerintah harus melek terhadap persoalan-persoalan semacam ini.
Melihat dari situasi yang telah disebutkan, maka dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi Pemerintah Kota Surabaya. Mengingat bahwa pembangunan JPO masih belum merata, bahkan di tempat yang seharusnya membutuhkan keberadaan sarana ini. JPO bukan hanya dibutuhkan disabilitas, melainkan juga lansia yang sudah tidak memiliki banyak energi untuk mendengar, melihat, dan berjalan dengan cepat. Pengendara motor berharap agar penyeberang dapat menyeberang secara cepat, sedangkan disabilitas maupun lansia tidak dapat memenuhi keinginan tersebut. Estimasi waktu penyeberangan dan keselamatan penyeberang bagi lansia dan disabilitas menjadi titik fokus dari pentingnya pemerataan pembangunan JPO di Surabaya.
Diskursus ini perlu disadari oleh pemerintah agar pembangunan infrastruktur memiliki pemerataan bagi siapa pun tanpa memandang apa pun. Modifikasi infrastruktur yang dicanangkan wajib memiliki kebermanfaatan dan kebermaknaan. Seluruh elemen masyarakat berhak untuk mendapatkan perhatian khusus. Dengan demikian, manfaat pembangunan infrastruktur akan sampai pada masyarakat. Pembangunan JPO di Surabaya hanya berfokus pada area yang rawan macet dan pusat perbelanjaan. Pemerintah harus paham terhadap urgensi-urgensi lain dari dibangunnya sebuah infrastruktur demi kenyamanan dan keamanan bersama.
JPO bukan hanya modifikasi infrastruktur yang berfungsi sebagai akses penyeberangan atau sekadar menyongsong keselamatan penyeberang. JPO dapat membantu masyarakat menghindari lakalantas dan mencegah terjadinya kemacetan. Lakalantas dan kemacetan banyak menimbulkan sisi negatif yang dapat membahayakan nyawa seseorang. Keberadaan tombol penyeberangan memang dapat mengatur lalu lintas, namun tidak sedikit pengendara yang masih lalai terhadap aturan sehingga terjadilah lakalantas. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tombol penyeberangan belum sepenuhnya membantu pengguna jalan secara efektif. Pemerataan JPO diharapkan segera terealisasi sehingga memberikan manfaat yang lebih nyata dan kondusif.
Verani Rayya Widyastuti
Karina Dwi Anjarsari