Alami Peningkatan Deforestasi, Cuaca Surabaya Kian Memanas
Alami Peningkatan Deforestasi, Cuaca Surabaya Kian Memanas
Sumber: unsplash.com/ Annie Spratt
SuaraBaya –– Luas hutan di Jawa Timur mencapai 1.361.433,93 hektare per tahun 2023 berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim). Namun, fakta yang ditemukan adalah 30% hutan di Jawa Timur terus mengalami deforestasi setiap tahun. Bahkan Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur (Walhi Jatim) mencatat bahwa sebesar 700.000 hektare telah mengalami kerusakan pada tahun 2014-2017.
Menurut Humphreys dalam artikel, deforestasi terjadi ketika areal hutan ditebang habis dan diganti dengan penggunaan lahan lainnya. Penggantian atau penggunaan lahan tersebut menghilangkan fungsi hutan, baik sebagai konservasi air dan tanah, biodiversitas, nilai sejarah kebudayaan, maupun pengatur iklim mikro. Dinilai sebagai salah satu kota di Jawa Timur dengan skala pembangunan tinggi, kota Surabaya dicurigai turut menyumbang besarnya persentase deforestasi. Asumsi ini diperkuat oleh suhu tinggi yang merupakan dampak dari deforestasi.
Surabaya pada dasarnya tidak memiliki hutan alami. Hutan yang telah ada hanya berupa hutan kota yang dicanangkan untuk memenuhi persoalan target luasan hutan. Perda 15 Tahun 2014 tentang Hutan Kota menyatakan bahwa paling tidak luasan hutan kota harus mencapai sebesar 10 persen atau 3.500 hektare dari total luas wilayah Surabaya, yaitu kisaran 35 ribu hektare. Namun, angka tersebut belum juga dipastikan untuk mengetahui luas hutan secara akurat di Surabaya. Hingga artikel ini dipublikasi, situs resmi BPS Jatim mengenai informasi luas hutan di wilayah Jawa Timur masih macet per tahun 2023.
Deforestasi tidak lepas dari aktivitas manusia yang mengakibatkan perubahan lanskap alam. Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan hutan kota di Surabaya yang tidak lestari, alih fungsi lahan untuk kepentingan pembangunan dan pemukiman, serta penyusutan hutan mangrove Wonorejo.
Lahan hutan di Surabaya sering dialihfungsikan menjadi pemukiman warga hingga kawasan industri. Alih peran ini cukup memprihatinkan lantaran luasan hutan yang dibabat akan sangat besar demi mencukupi area pembangunan.
Polemik lain datang dari hutan mangrove Wonorejo yang awalnya dibangun untuk menangani berbagai isu lingkungan. Namun, adanya pembangunan infrastruktur, peningkatan sampah plastik hingga pengerukan sungai turut berdampak negatif pada pertumbuhan mangrove dan menyebabkan penyusutan wilayah tersebut. Akibatnya, deforestasi kembali terjadi.
Munculnya persoalan-persoalan kehutanan terutama dalam konteks deforestasi perlu diperhatikan lebih lanjut. Hal ini penting dilakukan agar luas hutan di Jawa Timur tidak terus berkurang. Kebijakan tentang deforestasi di Jawa Timur harus dikembangkan, khususnya orientasi pada peningkatan kapasitas dan perlindungan hutan.
Berbagai polemik yang hadir dalam lingkup kehutanan di Surabaya menciptakan besarnya skala deforestasi. Peristiwa ini lantas melahirkan fenomena yang dibuat oleh manusia dan berdampak ke manusia. Deforestasi mengakibatkan iklim di kota Surabaya menjadi tak tentu. Hal tersebut dikarenakan fungsi hutan sebagai pengatur iklim mikro tidak bekerja semestinya.
Deforestasi juga berdampak pada cuaca panas yang ekstrem lantaran gas rumah kaca melepaskan karbon dioksida ke atmosfer. Kapasitas hutan sebagai pengontrol suhu lokal menurun sehingga kemampuan hutan untuk menyerap CO₂ berkurang. Pendinginan alami yang dilakukan hutan pun menjadi terganggu.
Dipublikasikan oleh theconversation.com, peran hutan yang dapat mendinginkan bumi berasal dari pohon yang mengumpulkan air melalui tanah, kemudian dialirkan ke daun hingga terjadi proses transpirasi. Apabila deforestasi terus berlanjut di Surabaya dan mengakibatkan terhentinya proses transpirasi, bisakah cuaca panas yang dikutuk itu akan berakhir?
Ketika proses transpirasi berkurang, maka jumlah uap air yang masuk ke atmosfer juga berkurang. Studi menunjukkan bahwa deforestasi mengakibatkan naiknya suhu lokal hingga 4,5°C. Peningkatan ini tentu menyebabkan bertambahnya kadar CO₂ di atmosfer, mempercepat perubahan iklim, memicu berbagai bencana alam hingga kenaikan permukaan air laut.
Data yang dilaporkan BMKG Jawa Timur menyatakan bahwa kota Surabaya memiliki suhu tertinggi di antara wilayah lain, yakni mencapai 35°C. Diskursus ini harus dikaji lebih lanjut terkait aspek deforestasi yang memungkinkan terjadinya perbedaan suhu pada wilayah tersebut. Informasi mengenai luasnya hutan di masing-masing wilayah dinilai perlu transparansi sebagai upaya kesadaran diri untuk mengelola alam sekitar.
Upaya pencegahan deforestasi guna meminimalisasi cuaca panas dengan peningkatan kesadaran masyarakat, penegakan hukum, dan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Selain itu, diperlukan restorasi hutan serta kemitraan yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Meta Ayu
Karina Dwi Anjarsari